Senin, 13 Juni 2011

Perempuan Yang Memperdaya Setan - Cerpen Taufik Al Hakim (dari blog Esensi @wordpress)

……..JIKA ANDA sedang bosan, mungkin tak ada salahnya sesekali menikmati karya-karya sastra ulama Islam kontemporer dalam bentuk digital yang didistribusikan secara tidak tanggung-tanggung di4shared. Dan saya rasa hampir sebagian penggemar turats (kitab-kitab klasik), pasti hafal betul, 4shared adalah gudangnya kitab-kitab babon yang tidak akan pernah bisa dengan mudah didapat versi aslinya di toko-toko kitab di Indonesia.
………..Adalah kumpulan cerpen Taufiq al-Hakim, seorang cerpenis veteran dari Mesir, berjudul “Arîni-l Llâh” (Perlihatkan Allâh Padaku), yang iseng saya unduh, tengak-tengok sejenak daftar isinya, dan menemukan satu judul cerpen yang paling menarik perhatian. “Imra’atun Ghalabati-sy Syaithân” (Perempuan yang Mengalahkan Setan). Cerpen surealis-religius yang saya anggap paling genial men-diorama-kan persekutuan manusia (seorang perempuan!) di titik nadir keterpurukannya dengan setan yang justru malah menjadi pihak yang harus gigit-jari di ujung cerita. (Ps: Cerpen ini pernah dibuat filmnya dalam genre dewasa dengan judul yang sama, The Woman Who Defeated The Devil, yang, bisa ditebak,  jauh dari versi cerpennya).

Cover "Arîni-l Llâh" Pak Taufiq al-Hakim
………..Nah, berhubung, saya tidak tahan untuk membagikannya kepada pembaca muslim Indonesia, khususnya para perempuan yang menggemari sastra surealis, saya coba iseng menerjemahkan cerpen ini ke dalam bahasa Indonesia (walau sebetulnya dengan agak susah-payah juga, secara menerjemahkan idiomatis itu bukan pekerjaan yang gampang). Tentu, tak lain agar cerpen ini bisa dinikmati banyak kalangan pembaca online (yang kebetulan mampir ke blog Esensi ini). Dan, potongan-potongan screenshots source-nya saya sertakan pula (
jaga-jaga kalau-kalau ada yang alergi dengan terjemahan liberal saya
). Atau jika Anda berminat, Anda bisa mengunduh versi full-PDF-nya [ di sini ]. Dengan sedikit penguasaan kosakata sederhana saja, ditambah dengan kenyataan bahwa kata-kata bahasa Arab yang Beliau gunakan bukanlah bahasa kolokasi yang slang, seperti yang terlihat dalam cerpen ini; kata “undzur” alih-alih “syuf”, kata“maa/maadza/ayyu syai’in” alih-alih “isyh”,  dan lain sebagainya, insya Allâh, Anda bisa menikmati cerpen-cerpen karya Pak Taufiq al-Hakim yang lain sambil menyeruput kopi.
………..Perempuan yang Memperdaya Setan. Terus terang, saya bingung sekali menentukan terjemahan judul cerpen Pak Taufiq al-Hakim yang satu ini. Terjemahan verbatim “Perempuan yang Mengalahkan Setan” dirasa terlalu kurang sreg jika menilik esensi ceritanya, walaupun sebetulnya lebih baik judulnya ini. “Perempuan yang Menaklukkan Setan”, dirasa terlalu jauh dari tendensi “menaklukkan”, dalam alur kisah. Maka saya coba ambil padanan kata pintas lain yang lebih menggambarkan “persona” karakter si Perempuan dalam kisah ini. Ah, kita bisa memperdebatkan hal ini di kolom komentar. Baiknya segera kita nikmati saja ceritanya langsung. Bismillâhirrahmânirrahîm
………..O iya, selain sebagai postingan katarsis, terjemahan ini saya persembahkan khusus kepada Maharani Firdaus, Mbak Tia Widiana, Mbak Desti Utami, dan Husfani Adhariani Putri alias Princess Jasmine Amira (
repot betul mengetik namanya
). Lunas ya, permintaan terjemahannya tempo hari. Semoga pada terhibur dan tercerahkan dengan terjemahan satu ini.
:razz:
.
.
.
PEREMPUAN YANG MEMPERDAYA SETAN
.
.
.

………..DEMIKIAN buruk keadaan yang dialami perempuan satu ini. Tak mengenal ia dengan musim semi, yang dikenalnya hanyalah musim gugur dan musim dingin. Meski harapan yang masih ia punya tak ikut berguguran dengan keadaannya yang memilukan, namun tetes-tetes berlian dari kedua matanya terus-menerus bergulir deras, berhamburan bak air hujan. Kegembiraan di hatinya telah lama sirna, gugur berjatuhan laiknya daun-daun yang rontok dari pohonnya dan tak mungkin kembali. Hanya kegelapan yang mengitarinya. Ya… dalam keadaan demikianlah ia hidup, dan dalam keadaan seperti itu pulalah ia akan mati.
………..Pun tak ada satu orang pun lelaki yang berkenan singgah di sisinya untuk mengusir rasa dingin yang selama ini menerpanya. Kedua bibir pucatnya, sudah tak mengenal kata apapun lagi, selain kata-kata ratapan pada langit yang tak kunjung mendengarnya, dan mengutuki takdir, yang tak jua mengasihi keadaannya.
.
.
………..Di suatu malam gulita, berhembus kencang angin puting beliung, bergemuruh hebat, namun bukan di luar kamarnya, melainkan di dalam dirinya. Tersedu-sedu ia menangisi keadaan dirinya yang begitu buruk. Tiba-tiba bibirnya bersuara,
………..“Wahai Setan, tak ada yang tersisa selain engkau…”
………..Usai melepaskan kalimat tersebut, ia menunduk, seperti orang limbung yang hilang setengah kesadaran. Tiba-tiba, muncul retak di salah satu dinding, perlahan dan perlahan, dinding tersebut terbelah, dan keluarlah sosok Setan, sebagaimana ketika dahulu ia muncul di depan Faust. Dan Setan sesungguhnya tidak pernah menulikan pendengarannya dari segala panggilan. Pendengarannya tajam, dan ia selalu bersegera memenuhi suara-suara yang memanggilnya jika memang benar-benar ada yang memanggilnya.
………..“Apa yang engkau inginkan, wahai perempuan?” tanya Setan.
………..“Keindahan… Kehidupan… Kenikmatan…!” kata-kata tersebut meluncur begitu saja dari bibir si perempuan seperti meluncurnya kata “air” dari bibir seorang musafir yang tersiksa dahaga di padang Sahara.
.
.
………..Dan berkata kembali Setan,
………..“Engkau tahu harga untuk semua yang engkau sebutkan tadi?”
………..“Ambil berapapun harga yang engkau inginkan!” ujar si perempuan tanpa banyak pertimbangan.
………..“Ruhmu. Ruhmu akan kubawa ke neraka Jahim! Karena memang itulah kerjaku di dunia ini. Mengumpulkan ruh-ruh anak Adam untuk menyemarakkan kerajaanku bernama Jahannam, dan kelak kita lihat, siapa yang berhasil meraih pengikut terbanyak; akukah, yang duduk di singgasana Neraka; ataukah dia, yang duduk di singgasana Firdaus”
………..“Berikan aku kesenangan selama sepuluh tahun, setelah itu, terserah kau mau ambil dariku apapun yang kau mau. Neraka sekalipun tidak membuatku takut, karena saat ini pun aku sedang berada di neraka!”
………..“Kita sepakat!” ujar Setan menyahut. “Sepuluh tahun ini milikmu, dan setelah itu, engkau milikku…”
.
.
………..Setan segera membuat dokumen perjanjian dengan darah si perempuan dan menandatanganinya. Kemudian ia mengusap tubuh si perempuan dengan tangannya. Tak berapa lama kemudian, Setan memberi isyarat agar si perempuan membalikkan tubuhnya dan menghadap cermin. Dan terpanalah si perempuan. Di cermin itu ia lihat sosok yang begitu jelita, indah tiada tara, dan tubuhnya memancarkan sinar kemilau laiknya cahaya meteor berpendaran. Sungguh, itu kecantikannya. Ia tak percaya. Benarkah ia pemilik tubuh menawan ini? Benarkah itu ia yang memiliki semua pesona ini?
.
.
………..Segeralah ia menceburkan diri ke dalam lautan kesenangan. Melelahkan diri berenang di lautan kenikmatan. Hingga tidak terasa waktu sudah sampai di tahun kesepuluh.
***
.
.
………..Setan datang dengan membawa dokumen perjanjian, mengingatkan si perempuan akan masa perjanjian yang sebentar lagi jatuh tempo.
………..“Tentu, tentu… aku tidak lupa, aku masih ingat soal kontrak perjanjian kita,” lontar si perempuan. “Tapi…”
………..“Tapi? Tapi apa?” Setan mengernyitkan alis.
………..“Masih ada satu kesenangan yang belum aku cicipi”
………..“Apa?! Masih ada kesenangan yang belum kau cicipi?!” tanya Setan terperanjat.
………..Hening. Setan tak segera beranjak dari keterhenyakannya. Ia menunggu apa lagi yang bakal terlontar dari bibir si perempuan.
………..“…Kesenangan Ruh. Kenikmatan Ruh. Itulah satu-satunya kesenangan yang belum pernah kuteguk. Coba kau tengok lagi dokumen perjanjian yang pernah kita sepakati yang ada di tanganmu itu. Bukankah engkau sudah berjanji akan memberikan aku seluruh kesenangan selama sepuluh tahun? Dan sekarang, masih tersisa dua bulan sebelum masa kontrak perjanjian ini habis.
………..Aku sudah puas menikmati kesenangan ragawi, kini aku hanya menginginkan kesenangan ruhani. Beri aku kesenangan ruhani selama sisa dua bulan ini. Setelah itu, terserah kau mau bawa ruhku ke mana pun kau mau!”
………..Setan menelan ludah.
………..“Baik.  Baik. Engkau mendapatkan apa yang kau minta. Dan engkau lihatlah, bahwa aku adalah seorang yang bisa dipercaya.”
.
.
………..Setan pun lenyap dari pandangan. Si perempuan seketika berdiri, dan menanggalkan gaun mewahnya, membuang gelang-gelang emas dan alat-alat kosmetiknya, dan mengenakan pakaian kasar yang biasa dipakai oleh para kaum sufi-asketis, dan melaksanakan kewajiban haji, dan kemudian tenggelam dalam dzikir dan perenungan-perenungan luhur, tersibukkan dalam amalan-amalan salih, terjun sedalam-dalamnya ke dalam kehidupan yang tinggi, mulia lagi suci, hingga lewat sudah waktu dua bulan tiada terasa.
………..Dan kembali Setan datang menagih janji. Namun alangkah terkejutnya Setan tatkala mendapati si perempuan sekarang. Ia dibuat gemetaran melihat sosok di depannya. Berpendaran penuh dengan kilau cahaya. Bukan cahaya seperti cahaya meteor seperti dulu, yang ini lebih dari itu, cahaya yang menyelimuti si perempuan kali ini begitu sublim, dalam dan lembut.
………..Setan tahu betul, ini cahaya yang berasal dari Arsy langit yang suci lagi tinggi. Jadi bukan tanpa alasan jika Setan bergidik ketakutan. Tapi ia nekat memberanikan diri mendekati sosok yang terang-benderang di hadapannya itu.
………..“I, ini… ini sudah saatnya. Mari pergi bersamaku ke Neraka Jahim”
………..“Ya. Ayo” jawab si perempuan menurut, tanpa ragu.
***
.
.
………..Keduanya sampai di depan gerbang Jahannam. Kedatangan mereka segera diketahui Zabaniyyah. Gerbang neraka pun terbuka, dan keluarlah Si Raja Neraka. Si perempuan tanpa ragu melangkah masuk. Namun siapa sangka, tatkala kakinya hendak menginjak ambang gerbang, seketika berhembus kencang angin yang sejuk dari arah bawah, menjauhkan tubuh si perempuan dari jilatan api. Malaikat Zabaniyyah kaget. Setan terperanjat.
………..“Apa ini?! Apa ini?!”
.
.
………..Seketika muncul lengan-lengan malaikat penjaga Surga, menyambar dengan lembut tubuh si perempuan, dan terdengar suara membahana,
………..“Perempuan ini milik kami”
………..Setan berteriak, “Sinting! Apa-apaan kalian! Dia milikku! Ruhnya telah digadai kepadaku sebagaimana telah tercatat dalam dokumen perjanjian ini! Lihatlah!”
.
.
………..“Kami tak mengurus dokumen perjanjian, lagipula bukan itu yang kami lihat, yang kami lihat dari perempuan ini hanyalah ruhnya! Ruh perempuan ini termasuk ruh penghuni Surga!”
………..“Tidak. Tidak. Ia ruh ahli neraka! Ruhnya telah distempel sebagai ahli neraka sejak sepuluh tahun lalu!”
………..“O ya? Tapi dua bulan terakhir ini ia telah dirasuki hawa Surga. Tidakkah engkau lihat hembusan angin kencang yang menghalau tadi? Api kalian bahkan tidak akan sanggup menahannya”
………..Setan sejenak termangu.
………..“…Begitu…, jadi perempuan ini telah menipuku?!”
………..Si perempuan, yang sedang berada dalam pegangan lengan Malaikat, sontak berteriak,
………..“Aku tidak menipumu! Aku setia pada perjanjian! Bawa aku ke neraka Jahim! Wahai Malaikat, biarkan aku pergi ke neraka! Itu sudah janjiku! Adalah suatu keutamaan bagiku bisa menepati janji biarpun dengan makhluk bernama Setan! Biarkan aku pergi!”
………..“Nah! Nah! Kalian lihat?! Kalian dengar sendiri apa yang dia bilang?! Dia milikku! Jadi sekarang lepaskan dia dan biarkan dia ikut denganku ke neraka!”
.
.
………..Malaikat bergegas membawa si perempuan ke surga, dan berkata,
………..“Kalau saja ia menyangkal dan mengingkarimu, wahai Setan, sudah barang tentu ia kami serahkan padamu”
………..“Amboi! Benar-benar ucapan yang masuk akal! Sudah jelas-jelas ia berteriak-teriak pada kalian mengafirmasi bahwa dia adalah milikku, dan kalian hendak menjadikan bukti dan kenyataan ini untuk melawanku?! Dia telah mengakui dokumen perjanjian ini! Dia telah mengakui bahwa ruhnya adalah milikku!”
………..“Benar. Ruhnya yang pertama. Tapi di manakah gerangan ruhnya yang pertama? Ia telah memberikan ruhnya yang pertama padamu maka carilah ruhnya yang pertama tersebut, sedangkan ruhnya yang ini, yang berpendaran dengan cahaya Ilahi ini, adalah milik kami. Nah, wahai perempuan suci, mari ikut bersama kami…”
………..Si perempuan yang berada di tengah-tengah sengketa itu kembali memelas kepada Malaikat.
.
.
………..“Sungguh suatu kejahatan bagiku mundur dari perjanjian. Bawalah aku kepada Tuhan kalian agar menghapus dosa-dosaku yang awal…”
………..“Sudah tak ada lagi dosa-dosa awal. Cahaya sucimu yang akhir ini meleburkan seluruh dosa-dosa awalmu”
………..“Jika demikian tidakkah perkara yang satu ini menempatkanku dalam dosa yang baru——perjanjian yang mesti kupenuhi ini?”
………..“Engkau sudah tidak ada urusan lagi dengan semua itu, sekarang mari ikut kami ke surga.”
.
.
………..Setan seketika berteriak,
………..“Aneh! Sudah jelas-jelas ia perempuan mulia yang konsisten dengan ucapannya——untuk tetap setia pada perjanjian, tapi kalian justru malah hendak menurunkan derajat dan kemuliannya?!”
………..Berkatalah para Malaikat,
………..“Engkau mengakui bahwa perempuan ini mulia? Kalau begitu sekarang kami tanya, di mana tempat yang paling layak bagi seorang perempuan mulia? Neraka, ataukah Surga?”
………..Skak mat! Setan betul-betul mati kutu di titik ini. Ia benar-benar luar biasa dongkol kali ini.
………..“Keparat! Keparat kalian!! Ya sudah! Ambil dia dan minggatlah kalian dan tinggalkan aku sendiri!”
………..Setan akhirnya ditinggalkan sendiri, bergelut dengan pikirannya.
………..“Heran… bukankah itu adalah ruh si perempuan…? Dia hanyalah seorang perempuan.  Jalan neraka yang kubuat untuknya, justru malah mengantarkannya ke surga. Aargh! Tapi… tapi sumpah, aku tidak akan pernah lupa bahwa sebetulnya ia telah membuatku tertipu, tidak akan… ini tidak akan pernah aku lupa. Ya, mengecohku tatkala ia menyebut kata ‘Keutamaan’… ‘Kenikmatan’… “
[]
.
.
.
Anda puas dengan ceritanya? Semoga. :razz:
Masih ada cerpen-cerpen lain sebetulnya, yang lebih menggelitik nalar dan iman, dan ingin sekali saya terjemahkan dan hasilnya saya posting di sini. Tapi insya Allâh, lain kali lah, kalau sedang mood lagi.
Sampai jumpa. Salam… :razz:
.
.
.
[]
Bandung Utara, 4 Juni 2011 | 17.05 PM
Menjelang Maghrib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar